Vaping Dilarang Keras di Singapura, Indonesia Justru Makin Marak

Vaping Dilarang Keras di Singapura, Indonesia Justru Makin Marak
Sumber :
  • 1media

Aturan Ketat Singapura terhadap Vaping

Singapura bukan negara yang main-main dalam urusan aturan. Dari soal kebersihan, ketertiban, hingga kesehatan publik, Negeri Singa dikenal sangat disiplin. Sejak tahun 2018, penggunaan, kepemilikan, dan penjualan rokok elektrik atau vape sudah dinyatakan ilegal. Namun, pada Agustus 2025, pemerintah mengambil langkah yang jauh lebih keras: vaping kini diperlakukan layaknya masalah narkoba.

Perdana Menteri Lawrence Wong menegaskan bahwa larangan lama tidak cukup membendung fenomena ini. Vape masih banyak digunakan, terutama di kalangan anak muda. Lebih mengejutkan lagi, otoritas setempat menemukan cairan vape yang dicampur dengan etomidate, obat bius yang bisa membuat penggunanya linglung hingga kehilangan kesadaran.

Kekhawatiran terbesar pemerintah adalah vape bisa dijadikan “kendaraan” masuknya zat berbahaya lain. Karena itu, hukuman penjara hingga denda besar diberlakukan untuk siapa saja yang kedapatan melanggar aturan baru ini.

Vape: Aman atau Sekadar Ilusi?

Salah satu alasan banyak orang beralih ke vape adalah anggapan bahwa produk ini lebih aman dibanding rokok konvensional. Namun, para ahli menolak klaim tersebut.

Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, Guru Besar FKUI, larangan keras Singapura justru langkah proteksi kesehatan publik. Kandungan dalam vape, katanya, bisa merusak pembuluh darah dan paru-paru.

Hal senada disampaikan oleh dr. Arief Bakhtiar dari Universitas Airlangga. Ia menekankan bahwa meski uap vape terlihat “bersih”, organ paru-paru manusia tetap tidak bisa mentolerir zat kimia di dalamnya. Kandungan seperti nikotin, logam berat, hingga perasa buatan bisa memicu asma, kerusakan paru, bahkan gangguan otak pada remaja.

Dengan kata lain, vape bukanlah solusi aman. Justru sebaliknya, ia menyimpan risiko kesehatan jangka panjang yang sering diremehkan.

Indonesia: Pasar Vape Terbesar di Asia Tenggara

Berbeda dengan Singapura, Indonesia justru berada di jalur yang berlawanan. Sejak 2018, vape dinyatakan legal dan bahkan dikenakan cukai 57%. Hasilnya, industri ini berkembang sangat pesat.

Diperkirakan ada lebih dari 6 juta pengguna vape di Indonesia. Dari sisi penerimaan negara, produk ini menyumbang sekitar Rp1,02 triliun hanya dari cukai. Tidak heran jika merek lokal maupun internasional berlomba-lomba masuk pasar Indonesia.

Bahkan, pameran besar seperti Jakarta Vape Fair rutin digelar, memperlihatkan bagaimana bisnis vape diperlakukan sebagai peluang ekonomi yang menjanjikan.

Namun, masalah muncul di sisi pengawasan. Hingga kini, regulasi terkait kandungan cairan vape di Indonesia masih minim. Artinya, potensi penyalahgunaan—seperti yang dikhawatirkan Singapura—tetap terbuka lebar.

Dilema: Ekonomi vs Kesehatan

Fenomena ini menciptakan dilema serius. Di satu sisi, industri vape membuka lapangan kerja, menambah penerimaan negara, dan menjadi tren gaya hidup baru bagi sebagian anak muda. Di sisi lain, risiko kesehatan yang mengintai tidak bisa diabaikan.

Singapura memilih pendekatan zero tolerance, menutup semua ruang untuk berkembangnya vaping demi melindungi generasi muda. Sementara itu, Indonesia masih mencari keseimbangan antara memanfaatkan potensi ekonomi dan mengurangi risiko kesehatan.

Vaping Bukan Sekadar Gaya Hidup

Meski sering dipromosikan sebagai gaya hidup modern, kenyataannya vaping adalah isu kesehatan serius. Para ahli menegaskan, uap putih yang tampak “ringan” bukanlah udara bersih. Ada bahan kimia yang bisa menimbulkan kerusakan permanen pada paru-paru.

Apalagi, tren penggunaan vape di kalangan remaja memunculkan masalah baru: kecanduan nikotin dalam bentuk yang lebih sulit dikendalikan. Dengan berbagai varian rasa yang manis dan kemasan menarik, vape semakin mudah diterima oleh anak muda.

Apa yang Bisa Dipelajari Indonesia dari Singapura?

Langkah tegas Singapura bisa menjadi cermin bagi Indonesia. Bukan berarti harus meniru semua kebijakan, tetapi ada pelajaran penting tentang pencegahan sejak dini. Edukasi publik harus diperkuat agar masyarakat tidak terjebak dalam ilusi bahwa vape adalah pilihan aman.

Jika regulasi hanya fokus pada aspek ekonomi, risiko kesehatan masyarakat bisa menjadi bom waktu. Apalagi, tanpa pengawasan ketat, tidak ada jaminan bahwa cairan vape di pasaran benar-benar aman dari campuran zat berbahaya.

Masa Depan Industri Vape di Indonesia

Ke depan, pemerintah Indonesia perlu menimbang lebih serius antara keuntungan jangka pendek dari cukai dengan biaya kesehatan masyarakat di masa depan. Lonjakan jumlah penderita penyakit paru atau kecanduan nikotin tentu bisa membebani sistem kesehatan nasional.

Bila tidak ada langkah antisipatif, industri vape bisa menjadi pisau bermata dua: menguntungkan dari sisi ekonomi, tetapi merugikan dari sisi kesehatan.

Singapura memilih jalan keras dengan melarang total vaping dan memperlakukannya layaknya narkoba. Indonesia, sebaliknya, justru merangkul industri ini sebagai sumber ekonomi. Namun, para pakar sudah mengingatkan: vape bukan solusi aman.

Edukasi publik, regulasi ketat, dan pengawasan menyeluruh menjadi kunci agar masyarakat tidak terjebak dalam “asap modern” yang tampak ringan, tetapi menyimpan bahaya besar.